Endapan Mineral

Endapan Mineral (mineral deposit) adalah akumulasi bahan tambang berupa mineral atau batuan yang terdapat di kerak bumi yang terbentuk oleh proses geologi tertentu dan dapat bernilai ekonomis. Menurut Cox dan Singer (1986) Endapan Mineral adalah peristiwa/kejadian akumulasi Endapan Bijih dari batuan dan atau mineral yang menghasilkan komoditas tambang (tembaga, emas dll) dan mineral (barit, kalsit, dll) yang dianggap memiliki potensi untuk dilakukan eksploitasi ekonomi. Endapan Bijih adalah endapan mineral yang telah ditemukan dan diuji memiliki ukuran, kualitas, dan jumlah yang memungkinkan jika dilakukan ekstraksi memiliki nilai ekonomis. Defenisi Endapan Mineral Hidrotermal dipermudah oleh Pirajno (1992), yaitu sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), memindahkan, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik maupun kimiawi. 

Kenampakan Emas yang terakumulasi pada Mineral Kuarsa

Sebelum mengenal lebih dalam tentang Endapan Mineral dan proses-proses pembentukannya, kita harus mengerti mengapa kita perlu mempelajari Endapan Mineral. Endapan Mineral mencakup banyak aspek dasar dari Ilmu Geologi yaitu seperti mineralogi, petrologi, struktur geologi, tektonika dan  Stratigrafi. Seorang Geologist yang berkerja maupun melakukan penelitian tentang eksplorasi bahan galian logam wajib memahami Endapan Mineral, masing-masing logam memiliki setting tektonik dan proses terbentuk yang berbeda. 

Bahan Galian logam adalah batuan atau mineral yang di dalamanya terdapat unsur logam, yang dapat diambil untuk kepentingan manusia. Logam dapat diartikan sebagai unsur yang mempunya kemampuan melepas elektron membentuk ion positif, umumnya mempunyai permukaan dan cenderung mengkilat, baik untuk penghantar (konduktor) panas dan listrik, dapat dilebur, serta dapat dibentuk maupun dipipihkan. Secara umum logam dapat dibagi menjadi lima golongan (Evans, 1993) :

1. Precious metals (logam mulia) : emas (Au), perak (Ag), platina (Pt)
2. Non-ferrous metals (logam non ferrous) : tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), timah (Sn), dan alumunium (Al).
3. Iron and ferroalloy metal : besi (Fe), mangan (Mn), nikel (Ni), krom (Cr), molibdenum (Mo), wolfram (W), vanadium (V), dan kobal (Co).
4. Minor metals and related non-metals :antimon (Sb), arsen (As), berilium (Be), bismut (Bi), kadmium (Cd), magnesium (Mg), air raksa (Hg), REE, selenium (Se), tantalium (Ta), telurium (Te), titanium (Ti), zirkon (Zr), dsb.
5. Fissionable metals : uranium (U), torium (Th), radium (Ra).

Komponen bijih pada bahan galian logam umumnya dibedakan menjadi tiga jenis mineral pembentuknya yaitu :

> mineral bijih (ore mineral, mengandung logam). contohnya : native gold, silver, magnetit, azurite dsb.
> mineral industri (industrial mineral, non logam) jika hadir dalam jumlah banyak dapat dimanfaatkan sebagai bahan galian industri. contohnya : batuan karbonat, obsidian, asbes, gypsum, grafit, marmer, dsb.
> mineral yang tidak bernilai ekonomis atau mineral penyerta (gangue mineral). contohnya : kuarsa, kalsedon, kalsit, barit dsb.

Pembentukan mineralisasi berkaitan erat dengan proses tektonik lempeng, dimana proses tersebut mengontrol peristiwa magmatisme, hidrotermal dan volkanisme. Jenis logam yang terkonsentrasi, pada wilayah tertentu juga sangant dikontrol oleh lingkungan tektoniknya. AlSn, W, Mo, F, Nb umumnya dikontrol oleh keberadaan kerak kontinen. Cr, Ni, Pt, Cu dikontrol oleh kehadiran kerak samudera. Au, Ag, Cu paling sering hadir pada lingkungan tektonik busur kepulauan.


Secara genesa endapan mineral dapat dibagi menjadi 5 proses yaitu :

A. Proses Hidrotermal


Hidrotermal adalah larutan sisa magma yang bersifat "aqueous" sebagai hasil deferensiasi magma, sedangkan fluida hidrotermal didefenisikan sebagai larutan air panas (50-500˚C) yang mengandung zat terlarut diendapkan dan mengalami perubahan sifat dalam ruang dan waktu (Pirajno, 2009). Fluida Hidrotermal akan membentuk suatu sistem hidrotermal baik secara lateral maupun vertikal pada temperatur dan tekanan yang berbeda dibawah permukaan bumi. Proses hidrotermal dapat membentuk 4 tipe endapan yaitu : Endapan Epitermal, Endapan Porfiri, Endapan Greisen dan Endapan Sulfida Masif. Sebelum membahas masing-masing tipe endapan, disini kita akan mempelajari dahulu proses endapan hidrotermal dan mineral-mineral pencirinya.
Skema sistem hidrotermal dengan sumber panas yang terkait dengan magmatisme
(Sillitoe dan Hedenquist, 2003)

Proses Hidrotermal (Sistem Hidrotermal) mengandung dua komponen utama yaitu sumber panas dan sumber fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada bantuan dinding (sekitar sirkulasi fluida) menjadi tidak stabil dan cenderung mengalami penyesuaian dan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, proses tersebut dikenal dengan sebutan alterasi (ubahan) hidrotermal.

Salah satu sumber fluida dari sistem hidrotermal adalah fluida magmatik. Fluida Magmatik adalah fluida yang memisahkan diri dari lelehan larutan sisa magma ketika proses pendinginan, larutan inilah yang menjadi agen utama pembawa endapan bijih dan zat-zat lain yang mungkin terbawa oleh proses ini seperti gas (H2S, CO2, HCl, B, F dan H2) (Pirajno, 2009).

Pada sistem hidrotermal akan dijumpai tiga fase subtansi yaitu, padat (solid), cair (liquid), dan gas. Ketika proses ini masih aktif, fase fluida (cair dan gas) akan lebih dominan. Molekul akan berubah menjadi fase padat apabila dipanaskan dan akan bergerak satu sama lain hingga mencapai melting point lalu berubah menjadi fase cair. Apabila temperatur terus bertambah dan mencapai critical temperatur (boiling point) cairan akan berubah menjadi uap panas (vapor) atau gas. Pada proses tersebut jika tercampur dengan air akan berubah menjadi steam yaitu uap air (water vapor).

Dikenal juga istilah Inklusi Fluida, dimana menurut Pirajno (2009) inklusi fluida adalah cairan fluida yang terperangkap dalam kristal pada saat proses kristalisasi setelah perubahan dari mineral awal (host mineral). Inklusi fluida menunjukan banyaknya zat terlarut yang berbeda pada fluida hidrotermal berupa kation (Na, K, Ca, Mg, Fe, Ba, Mn), anion (Cl, S, C, N, P, Si), metal (Au, Ag, As, Pb, Zn, U), gas (CO2, CH4, N2, SO2, H2S0 dan hidrokarbon. Terdapat 3 fase dalam proses inklusi fluida yaitu :

1. Fase Primer : terbentuk bersamaan dengan kristalisasi host mineral.
2. Fase Sekunder : terbentuk ketika pembentukan host mineral sudah berakhir dan akhirnya memotong batas kristal.
3. Fase Pseudosecondary : terbentuk pada rekahan sebuah kristal dan tidak memotong batas kristal.

Skematik Tipe dan Klasifikasi Inklusi Fluida
(Sheppard dkk dalam Pirajno, 2009)


Menurut Browne dalam Corbett and Leach (1996) Alterasi Hidrotermal dapat terbentuk karena beberapa faktor yaitu :

1. Karakter batuan samping (batuan dinding)
2. Konsentrasi dan lama aktifitas hidrotermal
3. Temperatur dan Tekanan
4. Permeabilitas
5. Jenis Kimia Fluida
6. Reaksi Kinetik

Karakter batuan samping berpengaruh pada tipe host rock (batuan asal)/batuan samping, contoh kasus pada batuan asal berupa batugamping akan menghasilkan tipe alterasi skarn dan batuan asal riolit (batuan yang kaya akan pottasium) cenderung ditemui mineral ubahan berupa adularia. Kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi akan menghasilkan mineral yang terdihidrasi kuat seperti smectite dan illite. Konsentrasi Fluida Hidrotermal berpengaruh pada derajat saturasi yang menghasilkan mineral-mineral sulfur atau memiliki asosiasi dengan lapangan sulfatara, contohnya pada lapangan Geothermal Yellow Stone dengan konsentrasi litium yang tinggi (Corbett and Leach, 1997).


Yellowstone daerah dengan konsentrasi sulfur yang tinggi akibat proses alterasi hidrotermal

Diketahui sebelumnya alterasi adalah himpunan mineral yang terubah karena reaksi antara batuan samping dengan larutan sisa magma sehingga terjadi proses kesetimbangan baru. Terdapat 5 tipe mineral alterasi hidrotermal menurut Corbett and Leach (1997).

1. Advanced Argilic (argilik lanjutan) 

Terbentuk pada fluida yang bersifat asam dengan pH <4. Dicirikan dengan kelompok mineral silika, alunit dan kaolin. Pada termperatur tinggi  (250-300˚C) akan dijumpai himpunan mineral alunit, pirofilit, diaspor, andalusit, kuarsa, tourmalin, energit dan luzonit. Sedangkan pada temperatur rendah (<180˚C) dicirikan dengan himpunan mineral kaolinit, alunit, kalsedon, kuarsa, dan pirit.
Mineral Alunit

Mineral Pirofilit

Mineral Diaspor

2. Argilic / Intermediete Argilic (Argilik)

Terbentuk pada suhu (200-250˚C) dengan fluida yang bersifat cukup asam (pH 4-5). Didominasi oleh pembentukan mineral illite dan smectite. Pada tipe ini terdapat 2 himpunan mineral yang sering muncul yaitu himpunan mineral (1) kaolinit, dicktite, monmorilonit, muskovit atau (2) klorit, monmorilonit, ilite, smectite, dan muskovit.

Mineral Illite

Mineral Kaolin

Mineral Smectite

3. Phylic (Filik)

Terbentuk pada fluida yang bersifat relatif asam hingga netral dengan salinitas yang rendah serta temperatur yang tinggi (>250˚C). Memiliki ciri dominan berupa seirisit yang berasosiasi dengan kelompok mineral klorit. Tersusun oleh himpunan mineral kuarsa, seirisit, pirit. Umumnya tidak mengandung mineral lempung atau alkali feldpar. Terkadang juga mengandung sedikit mineral anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil (jika terbentuk pada suhu tinggi).



Himpunan Mineral Seirisit, Kuarsa dan Pirit


4. Propylitic (Propilitik)

Terbentuk pada temperatur 200-300°C, fluida yang bersifat netral dengan salinitas yang beragam, umumnya pada daerah dengan permeabilitas yang rendah. Memiliki ciri umum berupa kehadiran mineral Klorit yang berasosiasi dengan himpunan mineral epidot, ilit/seirisit, kalsit, albit dan anhidrit.

Himpunan mineral Klorit, Epidot dan Seirisit

5. Potasic (Potasik)

Terbentuk pada temperatur tinggi (>300°C), fluida yang bersifat mendekati normal dengan salinitas yang tinggi. Merupakan tipe alterasi yang dipengaruhi oleh karakter magmatik yang kuat atau terkait dengan proses batuan beku intrusif. Dicirikan dengan melimpahnya himpunan mineral muskovit, biotit, alkali felspar, magnetit. Anhidrit sering muncul sebagai mineral asesori serta albit, titanit dan rutil dalam jumlah sedikit. Pada suhu tinggi umumnya terdapat mineral sekunder amphibole (actinolit).

Himpunan mineral Muskovit, Biotit, Alkali Felspar dan Magnetit

Pada kasus host rock (batuan asal) tertentu yang berinteraksi dengan larutan hidrotermal akan membentuk tipe alterasi khusus yang berbeda dari 5 tipe alterasi yang sudah dijelaskan diatas; yaitu Tipe Alterasi Skarn pada host rock batugamping (batuan karbonat) dan Tipe Greisen pada batuan beku granit (tidak selamanya membentuk tipe ini).

Skarn pada tipe ini sangat umum dijumpai kelompok mineral Garnet, Ampibol, Piroksen, Epidot dan Magnetit. Selain itu juga terdapat mineral khas lain berupa wolastonit dan kelompok mineral ampibol (mengover print mineral-mineral tahap awal) seperti Aktinolit dan Tremolit, serta kelompok mineral piroksen (pada salinitas tinggi dan temperatur 300-700°C) seperti Diopsit dan Hedenbergit.

Tipe Alterasi Skarn

Mineral Wolastonit

Dari sistem hidrotermal yang sudah dijelaskan diatas, kita dapat mengetahui beberapa jenis tipe endapan yaitu :

1. Tipe Endapan Epitermal

Endapan bijih epitermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan hidrotermal yang dekat dengan permukaan, terbentuk pada temperatur 150-300°C dengan tekanan yang relatif rendah. Tipe ini biasanya dijumpai sebagai vein zone dengan kadar yang tinggi. Berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub areal, sering kali (tidak selalu) berupa deposit didalam produk vulkanik. 



Berdasarkan sifat fluidanya endapan ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

> Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah (Epitermal Low Sulfidation Deposit)

Secara ekuivalen Endapan Epitermal LS (low sulfidation) terbentuk pada area geothermal, dimana terdapat campuran air meteorik pada proses pembentukannya sehingga membuat fluida lebih bersifat netral. Sulfur pada proses pemebentukan endapan ini berada pada kondisi reduksi dititik yang paling rendah. Memiliki mineral bijih dengan grade yang tinggi dengan tekstur utama berupa urat (vein) dan stockwork. Dicirikan dengan tipe mineral alterasi berupa Filik, argilik dan profilitik. Dimensi endapannya berkisar 12-190 Km2 dengan lebar vertikal 100-700m.

Model Endapan Epithermal Low Sulfidations

Dapat dilihat dari model diatas, sirkulasi fluida pada Endapan Epothermal Low Sulfidations didominasi oleh fluida meteorik dengan pembentukan pada kedalaman antara 100-500m, memiliki salinitas yang rendah bisanya hanya 3-13wt% NaCl equivalen. Mineral Bijih yang sering muncul pada endapan ini adalah : galena, sfalerit, kalkopirit, pirit, arsenopirit, tetrahedrit, native au dan ag.

Model Endapan Epithermal Low Sulfidation di daerah Marcelina District

> Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi (Epithermal High Sulfidation)

Endapan Epithermal HS (High Sulfidation) terbentuk pada fluida yang bersifat asam atau didominasi oleh fluida magmatisme. Merupakan endapan yang terbentuk pada sistem hidrotermal pada batas bodi magma yang dekat permukaan dan pipa (vents) volkanik, dimana terdapat proses generasi volatil magma sehingga bersifat asam. Memiliki pola mineralisasi berupa diseminasi, kuarsa masif, umumnya replacement dengan kadar bijih relatif rendah. Tekstur berupa vuggy dan kuarsa masif. Dimensinya lebih kecil dari endapan tipe LS, dengan lebar vertikal umumnya <500m.

Model Endapan Epithermal High Sulfidation

Mineral bijih yang kerap hadir pada endapan ini adalah energit-luzonit, tenatit, pirit, kovelit dan native Au. Berasosiasi dengan mineral ubahan pirofilit, alunit, diaspor, kaolinit, kristobalit, seirisit, silika dan tidak terdapat adularia serta sedikit klorit, dengan ciri tipe alterasi Advenced Argilic (bagian luar), zona argilik dan intinya berupa filik maupun propilitik. Memiliki salinitas fluida rendah hingga tinggi, antara 1-6wt% NaCl equvalen.

Model Endapan High Sulfidation yang umum
(Arribas, 2000)



Perbedaan Model Endapan Epithermal LS dan HS

2. Tipe Endapan Porfiri

Terbentuk akibat proses hidrotermal-magmatik pada temperatur tinggi (400-750°C) dikedalaman antara 5-10km dibawah permukaan. Logam utama yang dihasilkan dari endapan porfiri adalah tembaga dan molybdenum atau tembaga dan emas. Endapan ini umumnya sangat luas dan memiliki kadar relatif rendah, serta terkait dengan peristiwa intrusi granitik - diorit yang memiliki tekstur prophyritic dengan skala dyke, stock, breksi intrusif hingga batolith.

Model Umum Endapan Porfiri

Berdasarkan zona mineralisasi yang terbentuk endapan porfiri dapat dibagi menjadi 3 sistem yaitu :

> Sistem porfir plutonik

Sistem ini dicirikan oleh minimnya zona mineralisasi konsentris. Dibentuk oleh pluton batolith yang sangat besar, dengan fase yang komplek dan kebanyakan secara kimiawi memiliki afinitas kalk-alkalin. Breksiasi sangat umum yang sering berasosiasi dengan dike stadia akhir. Proses alterasi banyak dikontrol oleh rekahan,yang sebagian besar membentuk zona alterasi tipe Filik dan argilik,sedangkan alterasi tipe potasik hanya didapatkan secara lokal. Tipe struktur mineralisasi berasosiasi dengan stockwork,dengan zonasi sulfida memperlihatkan kenaikan Fe ke arah luar,yaitu dari kalkopirit ke bornit. 

> Sistem porfir klasik (hipabisal)

Terdiri dari stock post-orogenic, sebagai komplek batuan beku yang tersusun oleh plug, diatrema, breksi dan dike. Umumnya mempunyai area yang relatif kecil (0.5-2 km2), tetapi mempunyai dimensi vertikal yang besar,dengan zona alterasi tipe potasik, filik dan propilitik hadir dibagian tepi tubuh intrusi. Pada bagian inti (core) intrusi mineralisasi terbentuk lebih sedikit dibanding pada bagian tepi (shells), biasanya pada bagian tengah didominasi oleh pirit,yang dikelilingi oleh rangkaian zonasi yang didominasi oleh mineral molibdenit, kalkopirit dan terakhir adalah pirit.

> Sistem porfir vulkanik

Sistem ini dicirikan oleh batuan subvolkanik yang menerobos lapisan batuan volkanik eksrusif cogenetik-nya.Sistem ini dibagi menjadi tipe kalk-alkalik dan tipe alkalik.Tipe kalk-alkalik umumnya berupa plug yang kecil (0.2-10km2) maupun sill dan dike yang terbentuk dilingkungan sub-volkanik. Pada tubuh batuan ini mempunyai inti alterasi potassic yang berukuran kecil, setempat mempelihatkan zona alterasi pillic dan atau argilik, sedangkan zona alterasi propilitik tersebar secara luas.

Pola alterasi-mineralisasi pada sistem porfir sangat bergantung pada komposisi larutan, komposisi batuan intrusi, batuan dinding dan permeabilitas. Berdasarkan pola alterasi, mineralisasi dan tipe batuan intrusinya,endapan bijih pada porphyry sistem ini dibagi menjadi dua model,yaitu model monzonit-kuarsa (Lowell-Guilbert model) dan model diorit.




Model Monzonit-Kuarsa

Pada umumnya batuan beku intrusinya berupa monzonit-kuarsa porfir dan diorit-kuarsa porfir,dengan pola alterasi pada bagian paling dalam adalah tipe potasik,kemudian kearah luar berturut-turut adalah tipe filik, argilik dan propilitik. Mineral bijih yang umum pada model ini adalah pirit, kalkopirit, bornit, molibdenit dan sedikit Au

>  Model Diorit

Model ini berasosiasi dengan batuan-batuan diorite porfir dan sienit porfir. Pola alterasi pada model ini tidak selengkap pada model monzonit-kuarsa, tetapi pada umumnya hanya didapatkan tipe alterasi potassic pada bagian dalam dan pada tipe propilitik pada bagian luarnya. Mineral-mineral yang bijih yang  hadir antara lain pirit, magnetit, kalkopirit, bornit, sedikit molibdenit, dan Au merupakan bijih yang penting.

Paragenesa Sistem Porfiri Grasberg, Tembaga Pura, Papua



2. Proses Metamorfik-Hidrotermal

Metamorfik adalah proses perubahaan kimia dari batuan yang disebabkan oleh cairan hidrotermal. Proses metamorfik hidrotermal berkaitan erat dengan pembentukan endapan skarn. Secara sederhananya proses ini terjadi ketika batuan beku intrusif yang mengalami kontak dengan batuan samping berupa batugamping (batuan karbonat) menghasilkan calc-silicate hornfels dan mengubah komposisi kimia dan fisik batuan samping tersebut. 

Proses metamorfik-hidrotermal

< Endapan Skarn




Kata "skarn" pertama kali digunakan di pertambangan Swedia untuk sebuah material gangue kalk-silikat yang kaya akan bijih-Fe dan endapan-endapan sulfida terutama yang telah me-replace kalsit dan dolomit pada batuan karbonat. Metamorfosa dan metasomatosa kontak yang melibatkan batuan samping terutama  batuan karbonat seringkali menghasilkan skarn dan endapan skarn.

Istilah calc-silicate hornfels digunakan untuk batuan-batuan kalk-silikat yang berukuran relatif halus yang dihasilkan oleh metamorfosa pada batugamping tidak murni seperti batugamping lanauan atau batulanau gampingan. Istilah skarnoid digunakan untuk batuan kalk-silikat, yang berukuran relatif halus, miskin Fe, komposisinya dikontrol oleh protolithnya. Secara genetik skarnoid terbentuk  antara proses hornfels metamorfosa murni dan metasomatosa murni (kadang disebut sebagai infiltrasi skarn). 

Klasifikasi 

1. Berdasarkan host rock

Klasifikasi skarn pada umumnya banyak mempertimbangkan tipe batuan dan asosiasi mineral dari batuan yang di-replace. Pengertian endo-skarn dan exo-skarn mengacu pada skarnifikasi batuan beku dan batugamping yang terkait. 

- Endo-skarn adalah proses skarnifikasi yang terjadi pada batuan beku, sedangkan 
Exo-skarn adalah skarnifikasi pada batugampiong sekitar batuan beku. 

2. Berdasarkan Mineralogi

Einaudi (1982) membagi exo-skarn berdasarkan kandungan mineral-mineral kalk-silikat-nya menjadi :

- Calcic skarn 

Dibentuk oleh replacement pada batugamping, yang banyak mengandung mineral-mineral Fe-Ca silikat seperti garnet ( seri andradit-grosularit ), klino-piroksen ( seri diopsit-hedenbergit ), wolastonit, skapolit, epidot dan magnetit.

- Magnesian skarn

Dihasilkan dari replacement batuan dolomitik dan dicirikan oleh hadirnya mineral-mineral Mg-silikat seperti diopsit, forsterit, serpentin, magnetit dan talk pada lingkungan yang miskin silika, sedangkan pada lingkungan yang kaya silika sering hadir tremolit-aktinolit.

3. Berdasarkan kandungan logam

Disamping klasifikasi di atas, yang juga banyak digunakan adalah klasifikasi yang didasarkan oleh asosiasi kandungan logamnya, yang dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: 

Fe-skarn, 
W- skarn, 
Mo- skarn, 
Cu-Au skarn, 
Zn-Pb- skarn, dan 
Sn- skarn  

Stadia Pembentukan Skarn


Stadia 1: isokimia metamorfosa

Stadia ini melibatkan reaksi dekarbonisasi dan dehidrasi yang membentuk mineral-mineral kalk-silikat. Kisaran temperatur adalah 900-500°C. Pada proses ini seringkali juga terbentuk hornfels kalk-silikat, yang berukuran relatif halus, yang mencerminkan komposisi dan tekstur batuan protolith-nya. Proses metamorfosa ini tidak berhubungan dengan pembentukan bijih, namun dapat meneyebabkan terjadinya penambahan permeabilitas.



Stadia 2: metasomatosa

Proses metasomatisme yang disebabkan sistem magmatik-hidrothermal sering kali akan meng-overprint  zona aureole proses metamorfosa. Menghasilkan mineral-mineral skarn anhydrous. Fluida magmatik-hidrotermal tersebut akan menerobos dan bereaksi dengan batugamping dan atau yang telah termetamorfkan, melepas Ca dan CO2, yang sebagian terdifusi kembali ke dalam pluton membentuk endo-skarn. Proses metasomatosa ini umumnya akan diikuti pembentukan endapan-endapan sulfida. Temperatur rata-rata pada stadia ini adalah 600-400°C. Pada zona yang dalam skarn mempunyai ukuran yang relatif lebih kecil dibanding dendan zona aureole metamorfiknya, sedangkan didekat bagian atas dari sistem skarn sering melebar diluar zona aureole (Meinert, 1993). 




Stadia 3 : Alterasi hidrotermal retrograde 

Pada proses ini terjadi alterasi retrograde terhadap kumpulan mineral kalk-silikat metamorfik dan metasomatik prograde. Dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral hydrous seperti lempung (kaolinit, monmorilonit, nontronit), klorit, kalsit, kuarsa, hematit, pirit dan atau silika-pirit. Mineralisasi sulfida pada vein sebagian besar terdiri dari pirit, spalerit, galena dan tennantit. Stadia ini bersamaan dengan fase akhir alterasi kuarsa-serisit-pirit dan argilik pada intrusi porfir, oleh karena itu didominasi oleh air meteorik. Alterasi retrograde ini akan mempunyai penyebaran yang lebih luas pada zona yang lebih dangkal.





3. Proses Permukaan

Merupakan akumulasi endapan mineral dari hasil proses pelapukan mekanik (fisik) dan pelapukan kimiawi di permukaan. Terdapat 5 faktor pengontrol proses pelapukan permukaan yaitu :

> Iklim
> Resistensi mineral pembentuk batuan
> Ukuran butir dan tekstur batuan
> Relief topografi dan drainase
> Struktur Geologi

Iklim tropis dengan curah hujan tinggi akan memberikan akses untuk berlangsungnya proses pelapukan kimia maupun pelapukan mekanis pada batuan. Mineral yang terbentuk pada temperatur tinggi, sangat tidak stabil di bawah kondisi atmosfer, sehingga mineral olivin adalah mineral yang memiliki resistensi rendah. Mineral berukuran besar memiliki resistensi yang lebih tinggi dibandingkan mineral berukuran halus. Air tanah di bawah topografi dataran tinggi cenderung terdapat pada kedalaman maksimal, sehingga air hujan sebagai agen pelapukan kimia, yang masuk ke dalam tanah harus menempuh jarak yang cukup panjang dan hal ini berarti semakin besar waktu dan volume cakupan pelapukan kimia dalam merombak mineral - mineral silikat dan melarutkan unsur - unsur Ni, Mg dan Si. Air hujan akan lebih mudah meresap kedalam batuan yang banyak dipotong kekar ataupun sesar. 

Pelapukan Mekanis 

Batuan yang mengalami proses pelapukan mekanik akan pecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Hasil akhir proses ini ialah material kecil yang berasal dari batuan yang besar. Perombakan menjadi material kecil mengakibatkan bertambahnya luas permukaan material, sehingga menambah efektifitas pelapukan kimia.

Pelapukan Kimiawi

Menurut Waheed (2002), bahwa pelapukan kimia merupakan proses dimana batuan bereaksi dengan agen - agen atmosfir, hidrosfer dan aktifitas biologi untuk membentuk fase mineral yang lebih stabil. Batuan terurai melalui proses kimia. 

> Disolusi
Adalah pelepasan ion-ion yang mudah larut seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Fe2+, SiO2. Proses ini umumnya lebih inten pada kondisi larutan asam: H2CO3, H2SO4, HNO3, dan HCl.

> Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi antara mineral dengan penambahan air, yaitu antara ion H+ dan ion OH- air dengan ion-ion mineral. Reaksi ini akan membentuk mineral-mineral lempung dari olivin, piroksesen, hornblende, biotit dan feldspar.

> Oksidasi
Proses penambahan ion oksigen. Agen oksidasi pada lingkungan tanah adalah oksigen yang larut dalam air hujan dan air tanah.

Endapan Endapan Di Permukaan

Endapan permukaan merupakan endapan-endapan bijih yang terbentuk relatif di permukaan, yang dipengaruhi oleh pelapukan dan pergerakan air tanah. Endapan alohton merupakan endapan yang ditransport dari tempat lain (dari luar lingkungan pengendapan), sedangkan endapan autohton adalah endapan yang terbentuk secara insitu. Endapan alohton yang terkait dengan bijih atau secara ekonomi sering disebut sebagai endapan placer. Sedangkan endapan autohton yang terkait dengan bijih biasa dikenal sebagai endapan residual dan endapan presipitasi kimia atau evaporasi. Sedangkan pengkayaan supergen (supergen enrichment) walaupun tidak terbentuk di dekat permukaan, tetapi pembentukannnya terkait dengan proses-proses di permukaan.

< Endapan Residual

Endapan-endapan yang terbentuk di dekat permukaan (zona Oksidasi), yang disebabkan oleh pelapukan kimiawi dikenal sebagai endapan residual. Untuk dapat terjadi endapan residual, pelapukan kimia yang intensif terutama untuk daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sangat diperlukan. Dalam kondisi tersebut sebagian besar batuan akan menghasilkan soil yang banyak mengandung unsur Fe, tetapi  kehilangan unsur-unsur yang mudah larut. Soil seperti ini dikenal sebagai laterit (laterites)
Endapan Laterit yang penting diantaranya adalah:
Laterit Fe
Laterit Al (Bauxite)
Laterit Ni

Nikel Laterit

Selama lateritisasi, nikel yang terkandung dalam batuan peridotit dan serpentinit (0,25% Ni) pada awalnya terlarut, tetapi kemudian secara cepat mengalami presipitasi kembali ke dalam mineral-mineral oksida besi pada zona laterit atau zona limonit (1-2% Ni) atau dalam garnierit pada zona saprolit (2-3%, zona lapuk di bawah zona laterit).

- Zona Overburden atau iron Capping

Zona ini berada paling atas dan masih dipengaruhi aktivitas permukaan dengan kuat. Zona ini tersusun oleh humus dan limonit dengan kandungan Ni sekitar 0,5-1%). Mineral-penyusunnya adalah goethit, hematit, yang mengindikasikan daerah yang sudah lama tersingkap. 

- Zona Limonite 

Zona ini di bawah iron capping, sebagai zona transisi kearah zona saprolit dengan ukuran material berfariasi dari lempung – pasir. Tekstur dan struktur dari batuan induk mulai dapat dikenali, dengan jumlah fragmen peridotit berukuran 2-3 cm (jumlah sedikit). ecendrungan kimia pada lapisan ini, terjadi pengkayaan supergen Ni yang signifikan (1-2% Ni), Fe semakin mengecil, SiO2 semakin membesar, dan Co pada lapisan ini paling tinggi dan mengalami kestabilan (dibanding lapisan yang lain).

-Zona saprolit

Merupakan zona bijih (ore zone), mengandung banyak fragmen batuan dasar sehingga mineral penyusunnya, tekstur dan struktur batuan induk dapat dengan mudah dikenali. Saprolit urat (vein) garnierit, yang merupakan koloid nickeliferous serpentine banyak dijumpai. Kecendrungan kimianya, yaitu mempunyai kandungan Ni yang paling tinggi (2-3% Ni). Ketebalan berkisar antara 2 - 14 meter. 

-Zona  batuan induk (bedrock zone)

Zona batuan induk berada pada bagian paling bawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah lebih besar dan blok batuan dasar dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi (<0,5% Ni). Zona ini terkekarkan kuat, kadang - kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. 

Model Umum Lateritisasi Nikel


< Endapan Supergen

Selama berlangsung pengangkatan dan erosi, suatu endapan bijih terekspos di dekat permukaan, kemudian mengalami proses pelapukan, pelindian (leaching), maupun oksidasi pada mineral-mineral bijih. Proses tersebut menyebabkan  banyak unsur logam (Cu2+, Pb2+, Zn2+ dll.) akan terlarut (umumnya sebagai senyawa sulfat) dalam air yang bergerak  ke dalam air tanah atau bahkan sampai ke kedalaman dimana proses oksidasi tidak berlangsung. 

Terdapat zonasi pelapukan yaitu daerah dimana terjadi proses oksidasi disebut sebagai zona oksidasi. Sebagian larutan yang mengandung logam-logam yang terlarut bergerak terus hingga di bawah muka air tanah, kemudian logam-logam tersebut mengendap kembali membentuk sulfida sekunder. Zona ini dikenal sebagai zona pengkayaan supergen. Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat daerah dimana mineralisasi primer tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang disebut sebagai zona hipogen. Logam yang paling banyak terbentuk karena proses ini adalah tembaga (Cu).

Menurut Jensen dan Bateman (1981), terdapat tiga stadia berkaitan dengan proses pengkayaan supergen, yaitu:
       1. Oksidasi dan pelindian pada zona oksidasi
       2. Pengendapan di dalam zona oksidasi
       3. Pengendapan di dalam zona pengkayaan supergen (reduksi)


Faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses oksidasi adalah air sebagai regin, tetapi CO2 juga berperan penting, disamping dibantu bakteria Thiobacillus ferrooxidans (proses biokimia) (Barnes, 1988). Substansi di atas (terutama air) akan bereaksi dengan mineral tertentu terutama pirit (sebagian besar endapan bijih mengandung pirit), menghasilkan pelarut yang kuat seperti ferric sulfate atau sulfuric acid.

1).  FeS2 + 7O + H2O   FeSO4     +   H2SO4   
     (pirit)                    (ferrous sufate)  (sulfuric acid)
 
2).  2FeSO4 + H2SO4 + O  Fe2 (SO4)3 + H2O
                                                (ferric sulfate)
 
3). 6FeSO4    + 3O  + 3H2O  2Fe2 (SO4)3 + 2Fe(OH)3
        (ferrous sufate)                 (ferric sulfate)  (ferric hydroxide)
 
 
4). Fe2 (SO4)3 + 6H2O   2Fe(OH)3  + 3H2SO4   

5). Fes2 + Fe2 (SO4)3 ® 3FeSO4 +2S
           (pirit)
6). CuFeS2 + 2Fe2 (SO4)3 ®CuSO4 + 5FeSO4 + 2S

7). Cu2S + Fe2 (SO4)3  CuSO4 + 2FeSO4 + CuS
            (kalkosit)
               
8). CuS + Fe2 (SO4)3  2FeSO4 + CuSO4 + S
         (kovelit)

9). ZnS   +  Fe2 (SO4)3  + 4H2O  ZnSO4 + 8FeSO4 + 4H2SO4 
        (spalerit)

10). PbS  + Fe2 (SO4)3 + H2O + 3O  PbSO4 + 2FeSO4 + H2SO4
         (galena)

11). 2Ag + Fe2 (SO4)3  Ag2SO4 + 2FeSO4
        (perak)

14. PbS + CuSO4  CuS + PbSO4
                                (kovelit)   (anglesit)
 
15. 5FeS2 + 14CuSO4 + 12H2O   7Cu2S + 5FeSO4 + 12H2SO4
                                                        (kalkosit)
 
16. CuFeS2 + CuSO4   2CuS + FeSO4
                                       (kovelit)  

Dari reaksi tersebut di atas terlihat bahwa pirit, sangat berperan membentuk agen pelarut ferric sulfate. Ferric hydroxide akan berubah menjadi hematit dan goethite membentuk endapan “limonit”, sebagai penciri zona oksidasi (Jensen dan Bateman, 1981). 

Pengendapan di dalam zona oksidasi

Seringkali logam-logam yang terlarut sudah mengendap sebelum mencapai muka, membentuk mineral-mineral oksida seperti kuprit (Cu2O), Goethite (alpha FeOOH), dan Hematit (Fe2O3). Batugamping atau batuan-batuan yang karbonatan cenderung menghambat pergerakan larutan sulfat di dalam zona oksidasi ke arah bawah. Komponen pada batugamping yang reaktif akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk , misalnya endapan tembaga karbonat seperti malakit [Cu2(CO3)(OH)2], azurit [Cu3(CO3)2(OH)2], Smitsonit (ZnCO3), maupun Cerussite (PbCO3); sehingga akan mengurangi pengkayaan supergen.

Pengendapan di dalam zona reduksi (pengkayaan supergen)

Sebagian besar logam yang terlarut, tertinggal dalam larutan sampai di bawah muka air tanah yang mempunyai kondisi reduksi. Keadaan ini menyebabkan terjadinya reaksi replacement (penggantian) pada sulfida primer oleh sulfida sekunder, menyebabkan kadar logam pada zona ini menjadi bertambah. 


Gossan dan capping (tudung)

Gossan adalah singkapan batuan yang teroksidasi membentuk massa limonit di atas endapan bijih sulfida. Dengan pengertian lain gossan adalah konsentrasi besar material limonitik. Ketika butiran sulfida mengalami oksidasi dan residual limonit (indigenous) tertinggal di dalam rekahan atau pori, akan memperlihatkan pola tertentu yang dikenal sebagai boxwork. Struktur dan warna yang dibentuk oleh indigenous limonite pada boxwork, sebagaian besar dapat dijadikan penciri (diaknostik) mineral asalnya



< Endapan Placer Sungai

Endapan placer bahan galian yang dihasilkan oleh pengendapan butiran-butiran batuan atau mineral yang ditransport dari batuan sumber, yang disebabkan karena pelapukan fisik. Endapan placer secara umum dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu endapan placer eluvial, endapan placer colluvial, endapan placer aluvial, dan endapan placer aeolian (Macdonald, 1983 dalam Evans ,1993). Penggunaan istilah endapan placer colluvial tidak begitu populer, beberapa penulis menyebut endapan ini sama dengan endapan talus, umumnya terbentuk di dasar suatu tebing (cliff). Endapan placer eluvial umumnya terbentuk pada daerah yang memiliki morfologi bergelombang. Mineral-mineral berat akan terkonsentrasi di lereng-lereng dekat batuan sumber. Endapan placer aluvial terbentuk karena adanya aliran air, baik oleh pergerakan air sungai maupun air laut. Endapan ini merupakan endapan placer yang paling penting di dunia, mulai jaman primitif sampai sekarang

Komoditi penting yang terbentuk sebagai endapan placer adalah emas (Au), intan (C), platina (Pt), kasiterit ( bijih timah/Sn), Zircon, Thorium (Th), dan Uranium (U), serta REE (Rare earth elements) lain.



Referensi :

Corbett, G.J., dan Leach, T.M., 1997.Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure, Alteration, and Mineralization. Corbet Geological Services, Sidney.

Sillitoe, R.H. dan Hedenquist, J.W. Linkages between Volcanotectonic Settings, Ore-Fluid Compositions, and Epithermal Precious Metal Deposits. Society of Economic Geologists Special Publication 10-2003, p.315-343.

Pirajno, F., 2009. Hydrothermal Processes and Mineral System Springer – Verlag Berlin Heidelberg, Germany





Post a Comment

Lebih baru Lebih lama