Tektonika Lempeng



Sebelum membahas tentang tektonik lempeng ada baiknya kita mengetahui apa itu tektonik dan lempeng. Tektonik adalah suatu tenaga endogen yang membuat pergerakan (perubahan lokasi/deformasi) permukaan bumi (Litosfer). Tektonik juga merupakan salah satu proses yang mengakibatkan terjadinya gempa bumi. Adanya arus konvesi pada Mantel Bumi mengakibatkan lempeng-lempeng bergerak sesuai batasnya. Lempeng adalah segmen keras dari kerak-kerak bumi yang mengapung diatas Astenosfer yang cari dan panas.

Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itusendiri dan sebagia dasar Samudera Atlantik dan Hindia.

Continental Crust (Kerak Benua) merupakan batuan yang menyusun litosfer. Kerak benua cenderung bersifat asam dan tersusun atas silikon, alumunium dan oksigen dalam batuan beku granit. Kerak benua memiliki kepadatan sekitar 2,7 g/cm3.

Sedangkan Oceanic Crust (Kerak Samudera) merupakan bagian dari litosfer yang menutupi cekungan laut. Kerak samudera sebagian besar tersusun oleh batuan beku yang bersifat basa – ultrabasa (berwarna gelap) dengan komposisi tersusun atas silikon, oksigen dan magnesium. Kerak samudera memilki ketebala yang tipis dibandingkan kerak benua (±10 km), namun dengan massa jenis rata-rata yang lebih besar sekitar 3.3 g/cm3
   
Setelah memahami apa itu lempeng, kerak dan tektonik selanjutnya kita kembali ke topik utama  yaitu tektonik lempeng. Ide tentang teori tektonik lempeng berasal dari hipotesis Pergeseran Lempeng (Continental Drift) milik Alfred Wegner pada tahun 1912. Wagner memberikan hipotesis dimana bumi awalnya hanya memiliki satu benua yaitu Pangea (berarti semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Lalu Pangea terpecah menjadi benua-benua kecil dan bergerak hingga berbentuk seperti saat ini. Namun pada waktu itu teori ini kurang dapat diterima karena Wagner tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan para ahli tentang gaya yang mempengaruhi pergerakan lempeng.

Pada tahun 1920 seorang geolog asal Inggris bernama Arthur Holmes membuktikan bahwa benar benua-benua yang dulunya satu (Pangea) terpecah dan bergerak karena adanya arus konveksi di dalam mantel bumi sebagai kekuatan penggeraknya.

Jadi tektonik lempeng adalah teori yang memberi menjelaskan adanya pergerakan dalam skala besar yang terjadi pada litosfer, karena adanya arus konveksi di bagian mantel bumi. Perkembangan ilmu terbaru berhasil memetakan lempeng-lempeng tektonik hasil pecahan Pangea, dimana terdapat 7 lempeng tektonik besar dan banyak lempeng-lempeng tektonik kecil disekitarnya. Lempeng-lempeng tektonik bergerak satu dengan lainnya dan pada batas-batas lempeng (Plate boundaries).



Terdapat 3 jenis pergerakan pada batas-batas lempeng yaitu :

·      Divergen (menjauh)



Merupakan batas lempeng yang saling menjauh dan membentuk rekahan yang sangat besar. Batas lempeng ini sering dijumpai pada kerak samudera dan membentuk Mid Ocean Rigde (MOR). Terbentuknya MOR juga sering menghasilkan kepulauan vulkanik. Hal tersebut berkaitan rekahan besar MOR yang menjadi jalur keluarnya magma dari Mantel Bumi. MOR banyak terbentuk di tengah-tengah Samudera Atlantik dan Pasifik.
Selain ditemukan pada tengah-tengah kerak samudera, divergen juga dijumpai di kerak benua seperti Rift Valley yang ditemukan di Kenya, Afrika Timur. Meskipun pergerakannya sangat lambat, namun lambat laun diperkirakan kawasan Rift Valley akan berubah menjadi lautan.



·      Konvergen (bertumbukan)



Batas lempeng konvergen adalah batas lempeng-lempeng yang bergerak saling mendekat dan menyebabkan tumbukan, dimana lempeng yang memiliki massa jenis relatif lebih berat akan menunjam (menyusup) ke bagian bawah lempeng dengan massa jenis lebih ringan. Berdasarkan jenis kerak yang bertumbukan , batas konvergen dibagi menjadi tiga yaitu :

1.    Subduksi (Subdaction)
Subduksi merupakan fenomena dimana kerak samudera yang menunjam ke bawah kerak benua. Proses subduksi akan menghasilkan suatu busur kepulauan (island arc system) atau sering kita dengan dengan busur magmatik. Proses ini juga lah yang membuat banyak gunung berapi aktif disepanjang jalur subduksi.



Busur kepulauan adalah kepulauan yang terbentuk berkaitan dengan aktifitas gunung api akibat subduksi. Pada busur kepulauan terdapat beberapa busur lain dimana yang serdernanya berupa busur depan (fore arc), busur belakang (back arc) dan busur gunung api (volcanic/magmatic arc), serta Palung (trench).


2.    Kolisi (Collision)


Kolisi merupakan batas lempeng dimana kerak benua dan kerak benua saling bertumbukan, sehingga menghasilkan suatu topografi yang sangat tinggi, contohnya Pegunungan Himalaya di Nepal. Sebenarnya proses kolisi masih berhubungan dengan proses subduksi dimana ketika kerak samudera menunjam ke bawah kerak benua, diatas kerak samudera menumpang suatu kerak benua lain, dan saat kerak samudera seluruhnya habis kedua benua tersebut akan saling bertabrakan. Proses ini dapat dijelaskan dengan gambar terbentukan Pegunungan Himalaya dibawah ini.









3.    Anjakan (Obduction)

Anjakan atau obduksi adalah abtas antar lempeng yang saling mendekat dengan kenampakan benua menunjam di bawah kerak samudera. Fenomena ini memang masih jarang dijumpai, dan beberapa hipotesis tentang mula terjanya obduksi juga bermunculan. Salah satu hipotesisnya yaitu penunjaman ini terjadi akibat perubahan dari batas lempeng divergen menjadi konvergen.



·      Transform (menyamping)
  
Pergerakan lempeng transform, atau juga sering disebut batas sesar transform (transform fault) adalah fenomena dimana lempeng yang bergerak saling berpapasan dan memiliki kecepatan yang berbeda (dalam satuan cm/tahun). Gerakan sejajar tersebut mengakibatkan terbentuknya sesar mendarar (strike slip fault) yang besar. Contoh dari batas lempeng satu ini adalah Sesar San Andreas di Amerika.







Kegiatan tektonik lempeng tidak hanya berupa ketiga batas lempeng diatas saja, namun juga terdapat satu proses yang masih menjadi perdebatan para ahli yaitu Hot Spot yang membentuk gunung api di Pulau Hawaii. Terdapat banyak hipotesis tentang genesa / pembentukan hotspot (titik panas). Salah satu hipotesisnya adalah akibat plume-plume dari mantel yang naik sebagai diapir termal dari batas antara inti bumi dan mantel bumi.



Daftar Pustaka :

Hamblin,W. K. and Christiansen, E. H. (2004). Earth’s Dynamic Systems, Tenth Edition. Prentice Hall, Pearson Education.






Post a Comment

Lebih baru Lebih lama